ILMU DAN DILALAH DALAM ILMU MANTIQ
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesungguhnya Ilmu Mantiq membahas tentang fikiran-fikiran
dan persesuaiannya dengan undang-undang berfikir, dari itulah maka hubungan
ilmu mantiq ialah dengan fikiran-fikiran. Tidak ada sangkut pautnya dengan
lafadh; tetapi dikarenakan lafadh itu sebagai tanda yang menunjukkan kepada
maksud dan pengertian, maka untuk mengambil faidah makna-makna itu, tidak
terlepas dari hubungannya dengan lafadh-lafadh itu menunjukkan atas nama dan
petunjuk lafadh itu, dengan arti memahami makna dari lafah. Dari sinilah akan
dibahas tentang petunjuk-petunjuk atas makna-makna secara umum. Jadi pengertian
dilalah (petunjuk), memahami sesuatu dari sesuatu yang lain (fahmu amrin min
amrin), amrin pertama dinamakan mad-lul sedangkan amrin yang kedua merupakan
dalal. Untuk memahami lebih jauh tentang Ilmu dan Dilalah, sedikit banya
penulis menguraikan yang menyangkut Konsep Ilmu dan Dilalah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Pengertian ilmu dan macam-macamnya
2.
Pengertian dilalah dan macam-macamnya
3.
Wilayah pembahasan ilmu mantik
C. Tujuan
Agar kita mengetahui apa itu :
1.
Pengertian ilmu dan macam-macamnya
2.
Pengertian dilalah dan macam-macamnya
3.
Wilayah pembahasan ilmu mantik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ilmu
Ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.[1]
Menurut Prof. KH. M Taib Thahir Abd. Mu’in, ilmu adalah
mengenal sesuatu yang belum dikenal.[2]
Menurut Muhammad Nur Al-Ibrahim mengemukakan pengertian ilmu menurut ahli
mantik sb : Pencapaian objek yang belum diketahui dengan cara meyakini atau
menduga keadaannya bisa sesuai dengan realita atau sebaliknya.[3]
Ilmu pengetahuan merupakan cara untuk menghasilkan dan
menguji kebenaran pernyataan mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dunia
pengalaman manusia.
Paling tidak ada empat cara untuk menghasilkan dan menguji
kebenaran pernyataan empiris, yaitu:
1. Otoriter, pencapai pengetahuan yang
berbobot (ketua adat, uskup, raja, dll).
2. Mistik, sebagian dihubungkan dengan
cara otoriter seperti para wali,pelantara, dewa-dewa, dll. Otoriter lebih
berorientasi bagaimana sosial sedangkan mistik bersumber dari bribadi pemakai.
3. Logika Rasional, sejalan dengan
pemikiran sosial.
4. Cara Ilmiah, menggabungkan suatu
kepercayaan terhadap akibat yang diamati.[4]
Ilmu menurut para pakar Mantiq, adalah mengerti dengan yakin
atau mendekati yakin (zhan) mengenai sesuatu yang belum diketahui, baik paham
itu sesuai dengan realita maupun tidak
Contoh:
Anda, ketika berada dalam sinar cahaya bulan yang
samara-samar, kebetulan melihat baying-bayang hitam setinggi manusia. Anda
lantas memahami bahwa bayang-bayang itu adalah bayangan manusia dan anda yakin
akan paham anda itu. Kebetulan, ternyata bahwa bayang-bayang itu adalah benar
bayangan manusia. Pemahaman anda itu merupakan lmu yang yakin dan sesuai dengan
realitas (ilmu yaqini muthabiq lil-waqi’) akan tetapi, jika anda
mempunyai pengertian yang mendekati yakin (zhan) bahwa bayang-bayang itu adalah
bayangan manusia.Kebetulan, ternyata bahwa bayang-bayang itu adalah benar
bayangan manusia. Maka pengertian anda itu merupakan ilmu yang mendekati yakin
(zhan) dan sesuai dengan realitas (ilmun zhanni muthabiq lil-waqi’).
Sebaliknya
dari contoh diata, ada Ilmun yaqimi ghairu muthabiq lil-waqi’ dan Ilmun
zhanni ghairu mhuntabiq lil-waqi’.
B. Pembagian Ilmu Menurut Para Pakar
Mantiq
Para pakar mantiq membagi ilmu sebagai berikut:
1.
Tashawwur
Tashawwur, yaitu memahami memahami sesuatu tanpa mengenaka
(meletakkan) sesuatu (sifat) yang lain kepadanya, seperti memahami kata Husein,
manusia, kerbau, rumah, gunung dan sebagainya.
Tashawwur juga bisa diartikan dengan mengetahui hakikat-hakikat objek tunggal
dengan tidak menyertakan penetapan kepadanya atau meniadakan penetapan drinya.[5]
2.
Tasdhiq
Tasdhiq, yaitu memahami hubungan antara dua kata, atau
menempatkan sesuatu (kata) atas sesuatu (kata) yang lain. Ketika anda memahami Husein
tanpa menetapkan sesuatu yang lain kepadanya maka ilmu anda mengenai Husein
itu Tashawwur. Tetapi, ketika anda mengatakan Husein sakit,
berarti anda memahaminya dengan menetapkan (meletakkan) sakit kepada Husein.
Pemahaman anda pada waktu itu sudah berpindah dari Tashawwur kepada Tashdiq.
Ilmu
Tashawwur dan Tashdiq masing-masing dibagi menjadi dua, yaitu Badihi dan
Nazhari.
a. Badihi
Pemahaman tentang sesuatu yang tidak memerlukan
pikiran atau penalaran, seperti mengetahui diri merasa lapar karena terlambat
makan; mangetahui diri merasa dingin karena tidak memakai jaket, mengetahui
satu adalah setengah dari dua, dan semacamnya.
b.
Nazhari
Pemahaman (Ilmu) yang memerlukan pemikiran, penalaran atau
pembahasan, seperti ilmu tentang matematika, gas bumi, kimia, teknologi radio,
televisi, komputer dal semacamnya. Demikian juga halnya dengan ilmu pengetahuan
tentang alam sebagai sesuatu yang baharu yang harus ada penciptanya, termasuk
ilmu pngetahuan tentang alam kubur dan kebangkitan di hari akhirat.
C. Dilalah
Dilalah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain,
sesuatu yang pertama disebut al-madhul. dan segala sesuatu yang kedua disebut.
Al-Dall (Petunjuk, penerang atau yang memberi dalil).
Contoh:
Terdengan
raungan harimau di suatu semak adalah dilalah bagi adanya harimau di dalam
semak tersebut.
1.
Pembagian
Dilalah
Dilalah:
a.
Lafzhiyah
1. Thabi’iyah
2. ‘Aqliyah
3. Wadh’yah
b.
Ghairu Lafzhiyah
1. Thabi’iyah
2. Aqliyah
3. Wadh’yah.
Skema
di atas menunjukkan bahwa Dilalah terbagi menjadi dua, yaitu Dilalah
Lafzhiyah dan dilalah ghairu Lafzhiyah.
1.
Dilalah
Lafzhiyah
Dilalah lafzhiyah adalah Petunjuk yang berupa kata
atau suara. Dilalah ini terbagi menjadi tiga:
1)
Dilalah
Lafzhiyah Thab’iyah,
yaitu dilalah (petunjuk) yang berbentuk alami (‘aradh thabi’i).
Contoh:
·
Tertawa
terbahak-bahak menjadi dilalah untuk gembira.
·
Menangis
terisak-isak menjadi dilalah bagi sedih.
2) Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang
dibentuk akal pikiran.
Contoh:
·
Suara
teriakan di tengah hutan menjadi dilalah bagi adanya manusia di sana.
·
Suara
teriakan maling di sebuah rumah menjadi dilalah bagi adanya maling yang sedang
melakukan pencurian.
3) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang
dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda (apa saja)
berdasar kesepakatan.
Contoh:
Petunjuk lafadz (kata) kepada makna
(benda) yang disepakati:
·
Orang
Sunda, misalnya sepakat menetapkan kata cau menjadi dilalah bagi pisang.
- Orang Jawa, misalnya sepakat menetapkan kata gedang menjadi dilalah bagi pisang.
- Orang Inggris, misalnya sepakat menetapkan kata banana menjadi dilalah bagi pisang.
Adapun Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
menjadi ajang pembahasan para pakar mantiq.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah dibagi menjadi tiga:
a)
Dilalah
Lafzhiyah Wadh’iyah Muthabaqiyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) pada makna
selengkapnya.
Contoh:
Kata rumah memberi petunjuk
(dilalah) kepada bangunan lengkap yang terdiri dari dinding, jendela, pintu,
atap dan lainnya, sehingga bisa dijadikan tempat tinggal yang nyaman. Jika anda
menyuruh seorang tukang membuat rumah, maka yang dimaksudkan adalah rumah selengkapnya,
bukan hanya dindingnya atau atapnya saja.
b)
Dilalah
Lafzhiyah Wadh’iyah Tadhammuniyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada bagian-bagian
maknanya.
Contoh:
Ketika anda mengucapkan kata rumah,
kadang-kadang yang anda maksudkan adalah bagian-bagiannya saja.
Jika anda, misalnya menyuruh tukang
memperbaiki rumah maka yang anda maksudkan bukanlah seluruh rumah, tetapi
bagian-bagiannya yang rusak saja.
Jika anda meminta dokter mengobati
badan anda, maka yang dimaksudkan adalah bagian yang sakit saja.
c)
Dilalah
Lafzhiyah Wadh’iyah Iltizamiyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada sesuatu yang
di luar makna lafadz yang disebutkan, tetapi terikat amat erat terhadap makna
yang dikandungnya.
Contoh:
Jika
anda menyuruh tukang memperbaiki asbes rumah anda yang runtuh, maka yang anda
maksudkan bukan asbes-asbesnya saja, tetapi juga kayu-kayu tempat asbes itu
melekat yang kebetulan sudah patah-patah. asbes dan kayu yang menjadi tulangnya
terkait amat erat (iltizam). Jika kerusakan asbes itu disebabkan kebocoran di
atap maka perbaikan atap iltizam (menjadi keharusan yang terkandung dan
terikat) kepada perintah memperbaiki asbes loteng itu.
2.
Dilalah Ghairu Lafzhiyah
Dilalah ghairu lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak
berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga:
a.
Dilalah
Ghairu Lafzhiyah Thabi’iyah.
yaitu
dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang berupa sifat alami.
Contoh:
·
Wajah
cerah menjadi dilalah bagi hati yang senang.
·
Menutup
hidung menjadi dilalah bagi menghindarkan bau kentut dan sebagainya.
b.
Dilalah
Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah.
yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan
kata atau suara dibentuk akal pikiran.
Contoh:
·
Hilangnya
barang-barang di rumah menjadi dilalah adanya pencuri yang mengambil.
·
Terjadinya
kebakaran di gunung menjadi dilalah bagi adanya orang yang membawa api ke sana.
c.
Dilalah
Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah.
yaitu dilalah (petunjuk) bukan berupa kata atau suara yang
dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda (apa saja)
berdasar kesepakatan.
Contoh:
Petunjuk
lafadz (kata) kepada makna (benda) yang disepakati:
·
Secarik
kain hitamyang diletakkan di lengan kiri oarang Cina adalah dilalah bagi
kesedihan/ duka cita, karena ada anggota keluarganya yang meninggal.
·
Bendera
kuning dipasang di depan rumah orang Indonesia pada umumnya, menggambarkan
adanya keluarga yang meninggal.
D. Wilyah Pembahasan Ilmu Mantiq
Objek dari ilmu mantik sendiri terbagi menjadi 2
bagian, diantaranya adalah objek material
dan objek formal. Dimana objek merupakan sebuah bahan penelitian atau
pembentukan pengetahuan. Dan lapangan ilmu mantik sendiri adalah asas-asas yang
menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Agar dapat berfikir lurus,
tepat, dan sehat, disini mantik menyelidiki, merumuskan, serta menerapkan
huku-hukum yang harus ditaati. Dari sini kita bisa mengetahui bahwasannya ojek
material dari ilmu mantik adalah berfikir.
Yang dimaksud dengan berfikir disini adalah kegiatan
pikiran akal budi manusia. Karena dengan berfikir manusia mengolah serta
mengerjakan yang telah dipikirkan atau pengetahuan yang telah diperolehnya,
dengan mengolah dan mengerjakannya ini terjadi pertimbangan, penguraian,
menbandingkan, serta menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang
lainnya. Dan objek formal atau sudut pandang yang digunakan pada bahan
penelitian atau pembentukan ilmu mantik adalah berfikir lurus dan tepat, oleh
karena itu berfikir lurus dan tepat merupakan objek formal dari ilmu mantik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Ilmu
Ilmu menurut para pakar Mantiq, adalah mengerti dengan yakin
atau mendekati yakin (zhan) mengenai sesuatu yang belum diketahui, baik paham
itu sesuai dengan realita maupun tidak.
2.
Pembagian
Ilmu Menurut Para Pakar Mantiq
Tashawwur, yaitu memahami memahami sesuatu tanpa mengenaka
(meletakkan) sesuatu (sifat) yang lain kepadanya.
Tasdhiq,
yaitu memahami hubungan antara dua kata, atau menempatkan sesuatu (kata) atas
sesuatu (kata) yang lain.
Ilmu
Tashawwur dan Tashdiq masing-masing dibagi menjadi dua, yaitu:
Badihi,
mahaman tentang sesuatu yang tidak memerlukan pikiran atau penalaran.
Nazhari,
Pemahaman (Ilmu) yang memerlukan pemikiran, penalaran atau pembahasan.
3.
Dilalah
Dilalah
adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain.
Pembagian
Dilalah
a.
Dilalah
Lafzhiyah
Dilalah
lafzhiyah adalah
Petunjuk yang berupa kata atau suara. Dilalah ini terbagi menjadi tiga:
1.
Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah yang berbentuk alami.
2.
Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah yang dibentuk akal
pikiran.
3.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah yang dengan sengaja dibuat
oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda berdasar kesepakatan.
Dilalah
Lafzhiyah Wadh’iyah dibagi menjadi tiga:
a.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Muthabaqiyah.
b.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Tadhammuniyah.
c.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Iltizamiyah.
b.
Dilalah Ghairu Lafzhiyah
Dilalah ghairu lafzhiyah adalah petunjuk
yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga:
1.
Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah yang
berupa sifat alami.
2.
Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah yang dibentuk akal pikiran.
3.
Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah yang dengan sengaja dibuat
oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda berdasar kesepakatan.
B.
Kritik
dan Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini jauh dari sempurna, semua ini dikarenakan kemampuan penulis yang
terbatas. Walaupun
demikian penulis berharap mudah-mudahan makalah ini ada manfaatnya Khususnya
untuk keberhasilan dan kemajuan dalam bidang berdakwah
Tidak
lupa penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang
telah membantu baik moril maupun materil sehingga makalah ini dapat
diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Mudah-mudahan amal kebaikan kita
dapat digantikan dengan pahala yang berlipat ganda.
DAFTAR PUSTAKA
Baihaqi,
H., Ilmu Mantik: Teknik
Dasar Berfikir
Logik. Yogyakarta: Darul Ulum
Press, 1996
Sambas,
Syukriadi Mantik Kaidah Berpikir Islami. 1996, Bandung : Remaja Rosda
Karya.
Thahir,
M Taib, Abd. Mu’in. 1987. Ilmu Mantiq (Logika). Jakarta: PT Bumi Restu.
Wallace,
L. 1990. Metode Logika Ilmu Sosial. Terjemah: Yayasan Solidaritas Agama.
Koordinator: Lailil Kadar. Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar